konten 1
konten 2
konten 3

Pages

Rabu, 19 November 2014

HISTORIOGRAFI EROPA KUNO

HISTORIOGRAFI EROPA KUNO

A. HISTORIOGRAFI EROPA KUNO
Historiografi merupakan usaha penulisan sejarah untuk merekonstruksi masa lampau. Dengan historiografi dapat melihat suatu perkembangan peradaban manusia, termasuk di dalamnya menggugah kreatifitas manusia untuk mengembangkan peradaban. Dalam perkembangannya historiografi memuat teori dan metodologi sejarah. Segala sesuatu pastilah berasal dari yang paling rendah, begitu pula historiografi Eropa yang diawali dari historiografi kuno.
Historiografi Eropa Kuno jauh berbeda dari historiografi tradisional seperti yang terjadi di Indonesia maupun negara-negara lain. Hal in dikarenakan dalam historiografi kuno tidak mengutamakan mitos dan theogoni. Orang-orang Yunani lebih mengutamakan rasionalis dan demokrasi. Dan yang jelas bahwa historiografi Eropa Kuno berorientasi pada perkembangan. Dalam historiografi Eropa kuno mengakar kuat rasa patriotisme sehingga tulisannya pun banyak mengangkat tentang perang dan kejayaan suatu imperium. Sebelum adanya historiografi Eropa kuno, suatu sejarah pada awalnya berbentuk lisan atau yang lebih dikenal dengan tradisi lisan. Akan tetapi setelah manusia mengenal tulisan maka penyampaian sejarah ini pun berubah menjadi tradisi tulis. Penulisan awalnya masih berbentuk puisi atau syair. Bentuk ini kemudian berubah menjadi prosa setelah adanya usaha penulisan sejarah oleh Herodotus.
Historiografi Eropa kuno yang berbentuk puisi dan syair tadi merupakan karya yang diperkenalkan oleh Homer. Dalam karya Homer ditulis berdasarkan cerita-cerita lama, seperti halnya menceritakan tentang kehancuran Troya pada 1200 SM. Tulisan tersebut banyak mengandung informasi mengenai kebudayaan-kebudayaan dan masyarakat pada saat itu. Tulisan sejarah yang berkembang menjadi prosa dan diciptakan oleh Herodotus tersebut berkembang pada abad ke-6 SM tepatnya di Ionia. Hal ini dikarenakan pada waktu itu adanya kebebasan ekspresi untuk masyarakat. Sedangkan dalam kebudayaan muncul filsafat spekulatif yang mempersoalkan asal usul dan struktur dunia.
Tulisan sejarah berkembang lagi menjadi sebuah karya dokumen pada masa Thucydides. Selain itu dalam karyanya digunakan sebuah metode yaitu metode kritis untuk melakukan kritik terhadap sumber sehingga didapatkan sebuah karya yang akurat dan obyektif. Metode ini masih digunakan dan berkembang pada masa Ploybius.

B. SEJARAWAN MASA EROPA KUNO

1. HERODOTUS
Herodotus dikenal sebagai Bapak Sejarah. Herodotus merupakan Pelopor perubahan bentuk puisi menjadi prosa (logographoi). Penulisan bentuk prosa sedikit demi sedikit telah merubah tradisi yang ada, hal ini dikarenakan penulisan sejarah sudah berusaha menghilangkan unsur theogoni dan mitos. Dalam karyanya Herodotus berusaha untuk merubah theogoni dan mitos menjadi rasional. Selain menulis tentang sejarah, Herodotus juga menulis tentang Sosiologi dan antropologi.
Karya Herodotus yang paling populer adalah “Greco-persian Wars”. Perang Yunani-Persia terjadi pata tahun 460 – 479 SM yang menceritakan tentang Perang antara peradaban Hellenic dan timur (Persia), dan akhirnya dimenangkan oleh Yunani. Dengan karya inilah Herodotus mencoba untuk merintis penulisan sejarah dengan menggunakan unsur kajian ilmiah. Dalam tulisannya dijumpai keanekaragaman pengalaman dan aktivitas dari berbagai tempat di masa lalu. Kecermatan dalam penulisan menimbulkan kesan bahwa semua yang ditulisnya nampak sekali seperti laporan pengamatan mata, sehingga tulisannya tidak mempunyai keakuratan. Selain itu Herodotus juga menggunakan sumber lisan untuk menyusun karyanya. Ide-idenya banyak mempengaruhi gaya para sejarawan dunia kuno, namun bukan pada isinya.

2. THUCYDIDES
Thucydides adalah seorang Jenderal Perang Athena dan terlibat langsung dalam Perang Peloponesia antara Athena dan Sparta. Untuk menguraikan terjadinya perang Peloponesos ini, maka Thucydides menulis tentang “Perang Peloponesos”. Perang ini mengungkapkan perang antara demokrasi dan tirani yang dimenangkan oleh Athena. Tulisannya ini dianggap sebagai laporan perang yang tidak memihak walaupun sejarah yang ditulisnya terbatas pada politik, diplomasi dan perang, akan tetapi akurat dan berusaha menghindari penjelasan supernatural seperti tulisan puisi maupun syair. Walaupun tulisannya dikatakan tidak memihak sebelah dan ditulis secara mendetail, akan tetapi rasa berat sebelah tetap ada mengingat dirinya adalah seorang Jenderal Perang Athena dimana dalam perang ini dimenangkan oleh Athena.
Karya Thucydides memberikan sumbangan besar dalam ilmu sejarah. Thucydides telah berusaha untuk menggnakan kritik smber dan metode sejarah dalam penulisannya. Thucydides beranggapan bahwa kekuatan dalam penulisan sejarah tergantung pada data yang akuat dan relevansi dengan menyeleksi berbagai sumber, sehingga diharapakan tulisannya nanti akan menjadi sebuah karya sejarah kritis. Dia menggunakan berbagai sumber termasuk inskripsi dan bukti yang disediakan oleh orakel-orakel untuk melengkapi dan memperkuat catatannya tentang peristiwa-peristiwa, selain itu juga memakai bukti material untuk menyempurnakan catatannya tentang kejadian masa lampau. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa Thucydides memang berusaha untuk membuat sebuah karya yang bagus. Dikarenakan prinsip yang dianut oleh Thucydides ini, dia mendapatkan gelar sebagai “Bapak Sejarah Kritis”.

3. POLYBIUS
Polybius adalah orang Yunani yang dibesarkan di Romawi. Karya-karya Polybius banyak menuliskan tentang perpindahan kekuasaan dari Yunani ke Romawi. Sama dengan Thucydides, Polybius juga berjasa dalam pengembangan sejarah kritis. Sedangkan dalam metodologi sejarah Polybius mengemukakan pentingnya geografi dan topografi dalam sarana pendukung penulisan sejarah. Dia beranggapan bahwa sejarah adalah filsafat yang mengajar melalui contoh.
Polybius membedakan analisis dalam 3 unsur, yaitu awal (archai), dalih (Prophaseis) dan sebab (aitiai). Dalam prinsipnya bahwa manusia itu haruslah mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah-masalah moral dan pergantian nasib. Akan tetapi karya Polybius ini dalam tulisannya bersifat didaktis, terlalu bertele-bertele sehingga karyanya tidak terlalu popular.

4. TITUS LIVIUS
Lyvius merupakan sejarawan dari Romawi, sehingga karya-karya yang dihasilkan berkisar pada imperium Romawi. Karyanya yang terkenal adalah “History of Rome”. Karya ini berusaha untuk menggambarkan kebesaran Romawi termasuk didalamnya kehidupan rakyat kecil, kekejaman para mandor terhadap para pekerja, dasar-dasar hukum Romawi, proses perkembangan pemerintahan, perkembangan teori politik, moral dan juga hubungan antar tradisi. Sebelum menulis, Livius membaca terlebih dahulu, menerjemahkan dan menyusun ulang informasi agar sesuai dengan peristiwa dan tema-tema penting, dan berusaha menyelesaikan hal-hal yang kurang familiar.
Livius merupakan orang pertama yang menggunakan imajinasi dalam karya-karyanya maka dari itu Livius mengorbankan kebenaran sejarah demi sebuah retorika, hal ini dikarenakan dia telah menulis sejarah Romawi sebagai sebuah negara dunia dengan segala semangat patriotismenya. Kisah tentang berdirinya kota Roma menjadi campuran antara fantasi dan fakta. Hal ini menyebabkan dia disebut sebagai sejarawan yang tidak ahli.
5. TACITUS
Tacitus merupakan sejarawan Romawi yang berusaha untuk mengemukakan “sebab moral” keruntuhan Romawi. Tacitus berusaha untuk melihat kebelakang bukan kedepan untuk melihat akar-akar persoalan-persoalan politik yang terjadi di tahun-tahun awal kerajaan Roma. Selain itu dia juga menulis tentang bangsa Jerman dan menjadi satu-satunya literatur tentang Jerman. Banyak para sejawaran yang berpendapat bahwa kartya-karya Tacitus memiliki kualitas sastra yang cukup tinggi.
Dia mengisahkan secara detail mengenai sebuah kerajaan yang tengah bergerak menghancurkan dirinya sendiri. Banyak orang yang mengatakan bahwa Tacitus merupakan “ suara otentik Roma kuno dan pelukis besar Jaman Kuno”. Setiap halaman dari tulisannya menunjukkan kemampuan retorik. Tacitus memakai orasi langsung dan orasi buatan untuk melukiskan karakter, meringkaskan pemikiran kelompok-kelompok, menyampaikan rumor masyarakat, memperkuat penegasan dan menegaskan posisi moral-politik.

C. CIRI-CIRI HISTORIOGRAFI EROPA KUNO
Sesungguhnya tidak ada ciri-ciri yang menonjol dalam histoiografi Eropa kuno ini, hal ini dikarenakan penulisannya didasarkan pada waktu dan historiografi Eropa Kuno ini sifatnya berupa perkembangan. Selain itu setiap sejarawan yang hidup pada masa tersebut berusaha untuk menulis sejarah degan pandangan dan orientasi yang berbeda, sehingga dalam penulisannya pun juga berbeda-beda. Maka dari itu, tidak didapati ciri-ciri yang jelas dalam historiografi Eropa terutama Eropa kuno. Walupun demikian disini akan dicoba untu memaparkan beberapa ciri yang dapat mewakili dari zaman Eropa kuno ini. Beberapa ciri-ciri historiografi Eropa kuno antara lain:
1. Visi
Visi historiografi Eropa Kuno ini lebih pada rasionalistis dan demokratis. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa orang-orang Yunani dan romawi menganut banyak dewa, akan tetapi mereka tidak pernah berorientasi pada dewa sentries, walaupun demikian mereka masih memegang mitos dan theogoni. Dan yang utama pada masa ini dalam penulisannya ditujukan pada jiwa patriotik.
2. Isi
Isi dari tulisan yang dihasilkan pada masa ini adalah yang berisikan kepahlawanan. Artinya tulisan diorientasikan pada perjuangan karena yang ditulis masih sekitaran perang dan juga kekuatan dari sebuah imperium besar. Selain itu tidak dapat dipungkiri bahwa para penulis cenderung berat sebelah. Hal ini dikarenakan dalam posisinya para penulis berada dalam pihak yang menang ketika suatu perang tersebut berlangsung, baik mereka ikut langsung maupun sebagai pengamat saja.
3. Penyajian
Penyajian historiografi Eropa kuno tidak hanya dalam satu bentuk penyajian saja, akan tetapi bervariasi. Dalam karya Herodotus ditulis dalam bentuk prosa (logographoi). Bentuk ini merupakan pembaharuan dari bentuk puisi atau syair. Sedangkan pada karya Thucydides, Polybius, Tacitus maupun Livius karyanya berbentuk dalam dokumen. Sebagai contohnya adalah perang Peloponesos karya Thucydides. Penyajian dalam bentuk dokumen ini dipengaruhi oleh gaya dari penulis sendiri yang sudah mulai menggunakan sejarah kritis dan metode sejarah dengan menghilangkan mitos dan theogoni.

D. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN HISTORIOGRAFI EROPA KUNO
Suatu karya tentunya memiliki kelebihan tersendiri, akan tetapi juga memiliki kelemahan. Begitu pula dengan historiografi Eropa kuno. Sudah dikatakan bahwa dalam historiografi Eropa kuno setiap penulisan beda baik dalam penyajian, isi maupun visinya, sehingga kelebihan dan kekurangannya pun juga berbeda-beda antara penulis yang satu dengan penulis yang lain. Kelebihan dari historiografi Eropa kuno diantaranya adalah mampu menggugah rasa nasionalisme, hal ini disebabkan isi dari historiografi Eropa kuno lebih menyoroti tentang perang yang menunjukkan patriotisme, baik yang dirasakan oleh penulis sendiri maupun hanya dengan cara mengumpulkan data dan bertanya-tanya kepada saksi dan pelaku.
Karya Herodotus yang bersifat nasionalis dijadikan sebagai karya terbaik saat itu untuk mendidik bangsa Yunani yang digunakan untuk menumbuhkan nasionalisme. Karya Herodotus ini mempengaruhi gaya pawa sejarawan pada masa berikutnya. Dalam tulisannya Herodotus juga menggunakan sumber dari berbagai belah pihak, baik dari Yunani maupun dari Timur. Sedangkan karya Thucydides dan Polybius memiliki keunggulan lain, mereka telah berusaha untuk menggunakan metode sejarah yang berupa kritik sumber. Hal ini menunjukkan adanya suatu kemajuan yang sangat positif dalam penulisan sejarah. Selain itu dari segi isinya bersifat objektif. Keobjektifan ini bersumber pada penerapan metode kritis tersebut. Thucydides menulis karyanya dengan akurat dengan menggunakan metode kritis. Selain itu Thucydides juga telah menghilangkan unsur supernatural. Sedangkan dalam karya Livius dia lebih menekankan pada sejarah yang komprehensif.
Walupun demikian historiografi Eropa kuno juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan yang ada diantaranya nilai berat sebelah itu tetap ada walaupun sudah diusahakan seobjektif mungkin. Hal ini bisa dilihat dalam karya Thucydides, dia adalah seorang jenderal perang Athena. Dalam perang Peloponesia ini Athena mendapatkan kemenangan, sehingga mau tidak mau rasa berat sebelah itu akan muncul. Begitu pula dalam karya Herodotus, dia sangat mengagung-agungkan kebudayaan Yunani dan menganggap kebudayaan Parsi (Timur) sebagai kebudayaan yang terbelakang. Selain itu karya Herodotus walaupun menggunakan sumber dari kedua belah pihak, dalam tulisannya masih saja terdapat unsur supernatural, sehingga membuat nilai dari karyanya ini tidak sempurna. Sedangkan dalam karya Titus dia menggunakan daya imajinatif, adanya pengorbanan kebenaran sejarah demi sebuah retorika.

Perkembangan Historiografi Di indonesia

Perkembangan Historiografi Di indonesia
Pada umumnya, histriografi sejarah Indonesia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu historiografi tradisional, historiografi colonial, dan historiografi nasional
1.  Historiografi Tradisional
Historiografi radisionala dalah penulisan sejarah yang apda umumnya lebih mengedepankan unsur keturunan (genealogi), tetapi mempunyai kelemahan dalam struktur kronologi. Historiografi tradisional umumnya berisi tentang kerajaan, kehidupan raja,d an sifat-sifat yang melebih-lebihkan raja dan apra pengikutnya. Penulisan sejarah tradisional berkembang pada masa hindu – Budha dan Islam.
Ciri-ciri historiografi tradisional adalah:
a.    Merupakan refleksi / gambarna cultural
b.    Mengandung unsur mitos
c.    Alam dipercaya mempunyai kekuatan dalam jalannya sejarah
                     Contoh historiografi tradisional, anatra lain kitab Arjuna Wiwaha, kakawin baratayudha, dan kidng rangga lawe (masa hindu-Budha); Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Hikayat Raja-Raja Pasa, dan Hikayat Aceh (masa Islam)
Pada masa penjajahan Barta, sumber-sumber local yang berupa babad atau hikayat tidak dijadikan sumber dalam penulisan sejarah pada masa itu. Veth berpendapat bahwa sumber-sumber lokal penuh dengan hal-hal yang bertentangan dan tidak masuk akal. Apabila hal-hal yang tidak masuk akal atau meragukan tersebut dibuang dari sumber-sumber tersebut maka tidak ada lagi bahan yang dapat dijadikan sumber untuk penulisan sejarah. Oleh karena itu, pada waktu Veth menulis bukunya tentang sejarah Indonesia, sumber-sumber local mengenai abad ke – 17 dan 18 tidak digunakan.
Para sejarawan Belanda pada masa itu menganggap bahwa bahasa pada sumber-sumber lokal tidak bisa atau susah dimengerti karena tetlalu berbelit-belit. Oleh karena itu, para sejarawan Belanda hanya mengandalkan sumber-sumber atau arsip Belanda yang dianggap cukup banyak sehingga tidak memerlukan sumber local.
2.  Historiografi Kolonial
Karena selama  satu abad lebih bangsa Eropa memegang hegemoni dunia maka dunia barat memandang bahwa Eropa di yakini sebagai pusat dari sejarah dunia dan pusat dari segala-galanya. Keyakinan tersebut salah satunya didukung oleh Leopord von Ranke. Dia berpendapat bahwa sejarah dunia adalah sejarah dari Barat semata. Sejarah bangsa-bangsa lainnya tidak dianggap sebagais ejarah dunia. Sejarah bangsa-bangsa lainnya tersebut baru dibahas ataud icantumkan jika ada sangkut pautnya dengan bangsa  Eropa. Pandangan tersebut kemudian melahirkan  karya-karya sejarah yang bersifat colonial atau historiografi colonial.
Historiografi koloniala dalah penulisan sejarah Indonesia yang ditulis untuk kepentingan dan dengan cara pandang colonial Belanda atau bersifat Eropasentris atau Nearlandosentris. Peristiwa yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Belanda ditulis berdasarkan kepentingan Belanda. Historiografi colonial berisi kisah orang-orang Belanda di tanah jajahan (Indonesia) dan   orang-orang pribumi yang memiliki peran dan mendukung kepentingan pemerintah colonial. Orang-Orang pribumi yang tidak memiliki peran dan menentang kepentingan pemerintah colonial tidak masuk dalam sejarah kolonial.
          Ciri-ciri historiografi kolonial adalah
a.     Bersifat diskriminatif;
b.     Menggunakan sumber-sumber Belanda;
c.     Berisi tenang sejarah orang besar dan sejarah politik;
d.    Merupakan sejarah orang Belanda di tanah jajahan (Indonesia)
e.     Menganggap bahwa Indonesia belum memiliki sejarah sebelum kedatangan orang-orang Belanda
                       Penulisan historiografi kolonial dipelopori oleh penulis-penulis Belanda sebagai berikut :
a.    F. Valentijn (1666-1727) melalui karyanya yang  berjudul Oud en Nieuw oost Indien
b.    Veth melalui karyanya yang berjudul Java, Geografisch, Etnologisch, Historisch
c.    Eykman dan Stapel melalui karyanya yang berjudul Beknopt Leerboek der Geschiedenis van Nederlandsch-Indie.
d.   Van dam melalui karyanya yang berjudul Beschrijvinge der O.I. Compagnie.
3.    Historiografi Nasional
Historiografi Nasional adalah penulisan sejarah Indonesia yang dilakukan menurut kacamatan bangsa Indonesia dengan tetap berpegang pada aturan metode sejarah. Tokoh yang mempelajari penulisan sejarah nasional Indonesia adlaah Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo. Beliau menulis sejarah Indonesia  dengan menggunakan konse pendekatan multidimensional. Artinya, suau peristiwa sejarah ditulis dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial, seperti antropologi, sosiologi, ilmu politik dan ilmu ekonomi.
          Ciri-ciri hisoriografi Indonesia adalah sebagai berikut :
a.     Sumber yang digunakan tidak hanya babad, tetapi juga hikayat, berita Cina, dan sumber arkeologis
b.     Penulis adalah orang-orang akademisi yang kritis dalam bidang bahasa, kesusastraan, dan kepurbakalaan.
c.     Tidak hanya mengangkat sejarah orang-orang besar dan Negara saja, tetapi lebih pada kemanusiaannya, yaitu kebudayaan.
d.    Sumber tidak lagi hanya sumber arsip, tetapi juga sumber local.

e.     Sudah mendapat komparasi / perbandingan sumber colonial dan local

Jenis-Jenis Historiografi

MACAM-MACAM HISTORIOGRAFI
Historiografi adalah pengerjaan studi sejarah secara akademis dan kritis dengan berusaha sejauh mungkin mencari kebenaran dari setiap fakta, yang bermula dari suatu pertanyaan pokok yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Atau dengan kata lain, historiografi merupakan puncak penulisan dari semua fakta sejarah yang telah ditemukan. Penulisan sejarah dalam historiografi lebih merupakan ekspresi kultural daripada usaha untuk merekam masa lalu. Oleh karena itu, historiografi adalah ekspresi kultural dan pantulan dari keprihatinan kelompok sosial masyarakat atau kelompok sosial yang menghasilkannya.
Berdasarkan ruang dan waktu, penulisan (historiografi) sejarah di Indonesia ada 3 jenis perkembangan penulisan sejarah, yaitu sebagai berikut :
a.       Penulisan (historiografi) sejarah tradisional
Sesuai dengan namanya yaitu historiografi tradisional, maka historiografi tersebut berasal dari masa tradisional yaitu masa-masa kerajaan kuno. Penulisnya adalah para pujangga atau yang lain, yang memang menjabat dalam struktur birokrasi tradisional yang bertugas menyusun sejarah (babad/hikayat).
Contoh historiografi tradisional diantaranya Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad Pajajaran, Babad Kartasura, dan masih ada yang lain.
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisional adalah sebagai berikut.
1.      Religio sentris, artinya segala sesuatu yang dituliskan dipusatkan pada hal-hal yang berkaitan dengan diri (memuja, menyanjung) raja atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga disebut istana sentris atau keluarga sentries atau dinasti sentris.
2.      Religio magis, artinya sebagian besar isi tulisan dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat gaib.
3.      Tidak terlalu membeda-bedakan hal-hal yang bersifat takhayul dan hal-hal yang nyata.
4.      Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma (bertuah, sakti)
5.     Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah seputar kehidupan kaum   bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya. Historiografi tersebut tidak memuat riwayat kehidupan rakyat kecil, tidak dibicarakan segi-segi sosial dan ekonomi dari kehidupan kecil.
6.    Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk menyanjung, menghormati, meninggikan kedudukan dan memuji raja. Begitu juga dengan nama dan wibawa raja agar senantiasa tetap dihormati, dipatuhi dan dijunjung tinggi. Oleh karena itu, banyak mitosnya bahwa raja sangat sakti, raja sebagai jelmaan dewa , apa yang dikatakan raja serba benar hingga ada ungkapan “sabda pandita ratu datan kena wowa wali” yang artinya apa yang diucapkan raja tidak boleh berubah, sebab raja adalah segalanya. Dalam konsep kepercayaan agama Hindu bahwa raja adalah andatiris dewa, sehingga segala dan ucapannya adalah benar.
7.  Bersifat region sentris (kedaerahan), artinya historiografi tradisional banyak dipengaruhi kondisi daerah, misalnya oleh cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa di daerah tersebut.
b.      Penulisan (Historiografi) sejarah colonial
Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan atas Indonesia oleh Belanda. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang Belanda. Bahkan banyak diantara mereka yang tidak pernah berkunjung di Indonesia. Sumber-sumber yang digunakan adalah arsip-arsip di Negara Belanda dan di Jakarta (Batavia). Pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan sumber-sumber dari Indonesia. Sesuai dengan namanya, yaitu historiografi kolonial, maka sebenarnya kuranglah tepat jika disebut penulisan Indonesia, dan lebih tepat apabila disebut sejarah bangsa Belanda di Hindia-Belanda.
Itulah sebabnya sifat pokok dari historiografi kolonial adalah Eropa sentris atau Belanda sentris. Dalam tulisan yang diuraikan secara panjang lebar adalah aktivitas bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai kompeni (orang-orang kulit putih), dan seluk beluk kegiatan para Gubernur Jenderal dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahannya yaitu di Indonesia. Adapun uraian tentang aktivitas rakyat jajahan diabaikan sama sekali.
c.       Penulisan (historiografi) sejarah nasional
Setelah Bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka sejak saat itu dilakukan perubahan penulisan sejarah Indonesia yang sudah ada. Keadaan rakyat dan bangsa Indonesia harus benar-benar menjadi focus perhatian, menjadi sasaran penulisan sejarah yang harus diungkap sampai tuntas sesuai dengan keadaan dan kondisi yang ada.  Adapun yang dimaksud dengan sejarah Indonesia adalah sejarah yang mengungkapkan kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala aktivitasnya, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Dengan demikian maka muncullah historiografi nasional yang memiliki sifat dan ciri-ciri
1.     Indonesia sentris
2.     Sesuai dengan keadaan dan pandangan hidup bangsa dan rakyat Indonesia
3.     Mengingat adanya character dan nation building
4.  Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri, karena merekalah yang memahami dan menjiwai tetapi tidak meninggalkan syarat-syarat keilmiahan.
5.     Contoh historiografi nasional,
a.     Sejarah Nasional Indonesia, jilid I sampai dengan VI, editor Sartono Kartodirjo.
b.     Peranan Bangsa Indonesia dalam sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh Ali.
c.     Sejarah Perlawanan-Perlawanan terhadap Kolonialisme dan Imperialisme, editor Sartono Kartodirjo.
d.     Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, jilid I sampai dengan XI, karya A.H.Nasution.

Makalah Historiografi Sejarah

historiografi sejarah


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
           Historiografi mulai ada dan dikenal oleh manusia pada dasarnya sejak manusia mengenal tulisan atau ketika manusia memasuki zaman sejarah. Ketika manusia mengenal tulisan, pada dasarnya mereka sudah tumbuh kesadaran untuk menulis tentang jati dirinya sebagai manusia dalam keluarga dan hidup berbangsa bernegara.
Fakta-fakta sejarah adalah bagaikan kepingan-kepingan suatu botol yang pecah. Pecahan-pecahan itu berserakan dimana-mana. Oleh sejarawan kepingan-kepingan (fakta) itu dikumpulkan satu persatu lantas kemudian disusun kembali menjadi bentuk aslinya. Dalam penyusunan kepingan (fakta) tersebut, sejarawan tuangkan dalam bentuk tulisan atau cerita yang sering disebut dengan historiografi (penulisan sejarah).
Pada tahap penulisan, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian dari awal hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab. Tujuan penelitian adalah menjawab masalah-masalah yang telah diajukan. Penyajian historiografi meliputi (1) pengantar, (2) hasil penelitian, (3) simpulan. Penulisan sejarah sebagai laporan seringkali disebut karya historiografi yang harus memperhatikan aspek kronologis, periodisasi, serialisasi, dan kausalitas.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya antara lain:
1.    Pengertian dari historiografi?
2.    Jenis-jenis historiografi?
3.    Bagaimanakah fungsi, tujuan, prinsip serta kelemahan dari historiografi?
C.  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan historiografi, jenis-jenisnya, fungsi, tujuan, prinsip beserta kelemahan historiografi. Agar lebih memahami mengenai historiografi.
D.  Manfaat
Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang historiografi serta digunakan sebagai acuan dalam penulisan sejarah.
BAB II
ISI
A.    Pengertian Historiografi 
Historigrafi terbentuk dari dua akar kata yaitu history dan grafi.  Histori artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah (problem oriented) maupun yang tidak bersifat ilmiah (no problem oriented). Problem oriented artinya karya sejarah ditulis bersifat ilmiah dan berorientasi kepada pemecahan masalah (problem solving), yang tentu saja penulisannya menggunakan seperangkat metode penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan no problem oriented adalah karya tulis sejarah yang ditulis tidak berorientasi kepada pemecahan masalah dan ditulis secara naratif, juga tidak menggunakan metode penelitian.
Historiografi merupakan tahap terakhir dalam penyusunan sejarah. Disini diperlukan kemahiran mengarang oleh seorang sejarawan. Ada cara-cara tertentu yang perlu sekali diperhatikan oleh sejarawan dalam menyusun ceritera. Dengan kata lain, penulisan atau penyusunan ceritera sejarah memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menjaga standart mutu dari ceritera tersebut. Seperti misalnya prinsip serialisasi(cara-cara membuat urutan-urutan peristiwa), yang mana memerlukan prinsip-prinsip seperti kronologi (urutan-urutan wakutnya), prinsip kausasi (hubungan dengan sebab akibat) dan bahkan juga kemampuan imajinasi: kemampuan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian yang masuk akal dengan bantuan pemgalaman, jadi membuat semacam analogi antara peristiwa diwaktu yang lampau dengan yang telah kita saksikan dengan mata kepala sendiri diwaktu sekarang, terutama bagi peristiwa-peristiwa yang sulit dicarikan dasar kronologi dan kausasih dalam perhubungannya (G.J. renier,dalam karya IG widya. Ibid: 24-25).
B.     Kelemahan Dari Historiografi
Adapun dalam penyusunan historiografi mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan oleh kelemahan dalam penulisan sejarah (historiografi) yaitu:
1)   Sikap pemihakan sejarawan kepada mazhab-mazhab tertentu.
2)   Sejarawan terlalu percaya kepada penukil berita sejarah.
3)   Sejarawan gagal menangkap maksud-maksud apa yang dilihat dan didengar serta menurunkan laporan atas dasar persangkaan keliru.
4)   Sejarawan memberikan asumsi yang tak beralasan terhadap sumber berita.
5)   Ketidaktahuan sejarawan dalam mencocokkan keadaan dengan kejadian yang sebenarnya.
6)   Kecenderungan sejarawan untuk mendekatkan diri kepada penguasa atau orang berpengaruh.
7)   Sejarawan tidak mngetahui watak berbagai kondisi yang muncul dalam peradaban.
C.     Kesubyektifitas Historiografi
Walaupun historiografi adalah langkah terakhir dalam sebuah penelitian yang menggunakan metode sejarah, namun menurut Soedjatmoko dalam bukunya An Introduction to Indonesia Historiography (1968) seperti yang dikutip dalam Poespoprodjo (1987:1), historiografi adalah langkah terberat karena dalam langkah terakhir ini lah pembuktian metode sejarah sebagai suatu bentuk disiplin ilmiah. Adapun menurut Arthur Marwick dalam The Nature of History (1971) dalam Poespoprodjo (1987:1), hingga historiografi, langkah-langkah metodologis yang dikerjakan oleh sejarawan pada umumnya diterima sebagai langkah yang memiliki validitas objektivitas ilmu. Tapi, langkah selanjutnya disebut art atau seni sehingga sejarah sesungguhnya tidak mungkin objektif. Padahal sejarah sebagai sebuah ilmu dituntut memiliki objektivitas.
Mengapa sejarah tak mungkin objektif? Karena sejarah sudah memakai interpretasi dan seleksi. Interpretasi dapat berarti sejarah menurut pendapat seseorang dan seleksi dilakukan dalam memilih fakta-fakta sejarah yang akan dikaji dalam sebuah penelitian dengan metode sejarah. Interpretasi dan seleksi mau tak mau  harus melibatkan pendirian pribadi peneliti. Fakta sejarah yang dibutuhkan dalam historiografi harus diolah terlebih dahulu oleh peneliti sejarah dari data-data sejarah. Dalam hal ini E.H. Carr dalam bukunya What is History (1970), mengungkapkan fakta sejarah tidak mungkin dapat objektif karena kumpulan data sejarah hanya dapat disebut sebagai fakta sejarah apabila diberi arti oleh peneliti. Maka, dalam sebuah penelitian yang memakai metode sejarah, subjektivitas tidak dapat dielakkan.
Poespoprodjo (1987) mengungkapkan subjektivitas dalam sebuah penulisan sejarah adalah ‘halal’ karena tanpa subjektivitas maka tidak akan pernah ada objektivitas. Lebih lanjut, Poespoprodjo menyatakan yang tidak diperbolehkan mempengaruhi sebuah penulisan sejarah adalah adanya unsur subjektivisme. Ia mengingatkan perlunya memisahkan arti dari subjektivitas yang akan mengarah pada objektivitas dengan subjektivisme. Menurutnya, dalam subjektivisme, objek tidak dinilai sebagaimana harusnya, namun dipandang sebagai ‘kreasi’, ‘konstruksi’ akal budi. Berpikir disamakan dengan menciptakan, bukan membantu kebenaran keluar dari ketersembunyiannya (Pospoprodjo, 1987:23). Agar lebih mudah dimengerti, subjektivisme adalah kesewenangan subjek dalam mengadakan seleksi, interpretasi, dalam menyusun periodisasi, namun kesewenangan tersebut tidak bertumpu pada dasar yang dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan subjektivitas sangat erat hubungannya dengan kejujuran hati dan kejujuran intelektual. Hal inilah yang akan membuat seorang peneliti sejarah membuat simpulan-simpulan dan hipotesis berdasarkan argumentasi yang kuat. Salah satu contoh subjektivitas yaitu ketika peneliti sejarah melakukan kritik ekstern dan intern terhadap sumber atau pengarang/pembuat dokumen. Dalam kegiatan heuristik dan kritik, serta melakukan perbandingan dengan sumber lainnya, seorang peneliti sejarah akan memakai teori-teori. Hal ini lah yang dimaksud dengan subjektivitas.
Poespoprodjo (1987:39) mengungkapkan ada tiga hal yang dapat mempengaruhi subjektivitas peneliti sejarah yang akan membantu menuju objektivitas yakni :
1.      Peranan Human Richness
Keberhasilan sebuah karya sejarah sangat bergantung pada seluruh disposisi intelektual sejarawan atau peneliti sejarah tersebut. Oleh karena itu merupakan sebuah syarat bahwa seorang peneliti sejarah atau sejarawan mempunyai suatu filsafat manusia yang sehat, terbuka terhadap nilai kemanusiaan, dan terbuka terhadap segala koreksi (Poespoprodjo, 1987:40).
Seorang sejarawan atau peneliti sejarah dalam penelitiannya tidak hanya bertemu dengan beribu fakta, a matter of indicative, tetapi juga beribu nilai, imperatif. Untuk dapat menangkapnya dengan tepat, seorang peneliti sejarah harus mampu mendalami permasalahan, masalah nilai, sehingga dapat diperoleh skala yang tepat mengenai nilai-nilai moral, budaya, politik, religius, teknik, artistik, dan sebagainya (Pospoprodjo, 1987:41).
Jika seorang peneliti sejarah tidak peka terhadap beragam hal yang berasal dari beragam bidang dan sektor kehidupan, maka bukan tidak mungkin ia tidak akan bisa menangkap peristiwa sejarah tersebut sebagaimana mestinya, maka objektivitas pun akan sulit dicapai. Maka, benarlah apa yang dikatakan oleh  Jaques Maritain bahwa semuanya berpulang pada kekayaan intelektual yang dimiliki oleh indicidu peneliti sejarah atau sejarawan.
2.      Titik Berdiri
Cara seseorang untuk memandang sebuah objek akan berbeda satu sama lain akibat titik berdiri yang berbeda. Masing-masing akan melihat dan memberikan persepsi terhadap objek sesuai dengan apa yang ia lihat dari titik di mana ia berdiri. Dalam hal ini, masing-masing persepsi tentunya akan berbeda dan tidak akan ada yang salah dan yang benar. Dengan mengidentifikasi titik di mana kita beridri, kita juga akan bisa mengidentifikasi sikap dalam keadaan titik berdiri tertentu itu. Adalah diri kita sendiri yang tahu tentang argumentasi kita mengapa akhirnya kita bersikap seperti itu dalam titik bediri tertentu.
Hubungan ilustrasi di atas dengan kegiatan penelitian sejarah bahwa kegiata interpretasi bukan kegiatan yang dilakukan atas kesewenangan subjek. Ketajaman dan kecermatan subjek dalam melakukan interpretasi harus terpenuhi agar dapat mencapai objektivitas. Menurut Gordon Leff dalam History and Social Theory (1969:126) yang dikutip dalam Poespoprodjo (1987:48), interpretasi yang dapat diterima dan memenuhi obejktivitas harus memenuhi tiga syarat.
3.      Mengenal Sumber Distorsi
Seorang peneliti sejarah atau sejarawan seharusnya mengenali sumber-sumber distorsi yang dapat mengganggu subjektivitas dirinya. Sumber distorsi yang berasal dari dalam diri sendiri dapat diketahui dengan mempertanyakan kedalaman subjektivitas diri.
Dengan mengenal diri sendiri, maka niscaya tersadarilah bahwasanya subjektivitas merupakan simpang jalan dunia subjek dan dunia objek. Ini merupakan kesadaran utama. Jika kita tatap lebih lanjut, maka kita kana memasuki kedalaman subjektivitas, yakni kedalaman kemerdekaan (untuk mengakui atau menolak, apakah saya merdeka betul tidak diikat oleh sesuatu sehingga bisa mengatakan sesuatu sebagaimana mestinya dan sebagainya), kedalaman kritik diri (apakah saya tidak membohong, memutarbalikkan kenyataan yang ada, apakah tahu betul apa yang dihadapi, apakah reserve tidak perlu dibuat dan sebagainya), penyesuaian pada tuntutan-tuntutan objek (objek tertentu hhanya dapat dijumpai dengan semestinya bila menggunakan metode tertentu, objek yang eenmalig contingent, lain dengan objek yang dapat direproduksi sewaktu-waktu, dan sebagainya) (Poespoprodjo, 1987:56).
D.    Jenis-jenis Historiografi
1.   Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional adalah karya tulis sejarah yang dibuat oleh para pujangga dari suatu kerajaan, baik itu kerajaan yang bernafaskan Hindu/Budha maupun kerajaan/kesultanan yang bernafaskan Islam tempo dulu yang pernah berdiri di Nusantara Indonesia. Seperti kita ketahui di Nusantara Indonesia, bahwa sejak awal bangsa Indonesia memasuki zaman sejarah, diiringi pula dengan berdirinya kerajaan-kerajaan terutama yang dominan dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha.
Ø  Ciri-Ciri Historiografi Tradisional
1.      Regio sentris, artinya segala sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana).
2.      Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya dan tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segisosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
3.      Regio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib.
4.      Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang nyata.
5.      Bersifat regio-sentris/etnosentrisme (kedaerahan), maka historiografi tradisional banyak dipengaruhi daerah, misalnya oleh cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa di daerah tersebut.
6.      Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma.
7.      Sebagai ekspedisi budaya maksudnya sebagaisarana legitimasi tentang jati dirinya dan asal-usulnya yang dapat menerangkan keberadaannya dan memperkokoh nilai-nilai budaya yang dianut.
8.      Oral tradition Historiografi jenis ini di sampaikan secara lisan, maka tidak dijamin keutuhan redaksionalnya.
9.      Anakronistik Dalam menempatkan waktu sering terjadi kesalahan-kesalahan, pernyataan waktu dengan fakta sejarah termasuk di dalamnyapenggunaan kosa kata penggunaan kata nama dll. Pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha penulisan sejarahnyacontohnya seperti Kitab Mahabrata dan Ramayana. Sedangkan pada masakerajaan-kerajaan Islam sudah dihasilkan karya sendiri, bahkan sudahmenerapkan sistem kronologi dalam penjelasan peristiwa sejarahnya.
Ø  Tujuan dari Historiografi Tradisional adalah:
1.      Untuk menunjukkan kesinambungan yang kronologis
2.      Untuk meningkatkan solidaritas dan integrasi di bawah kekuasaan pusat
3.      Untuk membuat simbol identitas baruUntuk menghormati dan meninggikan kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja.
2. Historiografi Kolonial
Historiografi Kolonial sering di sebut sebagai Eropa Sentris, yang berasal darikarya-karya yang ditulis orang-orang Belanda.
Ø  Ciri-ciri Historiografi Kolonial
1.      Penulisan sejarahnya biasanya berisi tentang kisah perjalanan atau petualangan untuk menemukan daerah-daerah baru untuk dijadikan kolonialnya (jajahannya).
2.      Tulisan mereka lebih merupakan sarana propaganda untuk kepentingan mereka (Belanda) dan sekaligus untuk mengendurkasemangat perlawanan bangsa Indonesia.
3.      Bersifat Belanda Sentris, kepentingan kolonial sangat mewarnaiinpretasi mereka terhadap suatu peristiwa sejarah yang terjadi. Tujuan Historiografi kolonial adalah semata-mata untuk memperkokoh kekuasaan Belanda di Indonesia.
 3. Historiografi Nasional
Historiografi Nasional penulisan setelah Indonesia merdeka,bangsa Indonesia berusaha untuk menulis sejarah nasionalnya sendiri.
Ø  Ciri-ciri Historiografi Nasional
1.      Memanfaatkan semua sumber sejarah baik yang bersal dari penulisan sejarah tradisional (karya bangsa Indonesia) maupun sumber-sumber yang berasal dari pemerintah kolonial untuk melakukan rekontruksi ulang menjadi sejarah nasional yang berorientasi kepada kepentingan nasional.
2.      Objek penelitian sejarah nasional meliputi berbagai aspek dengan menggunakan pendekatan multidemensional, baik aspek ekonomi,politik, ideologi, sosial budaya, sistem kepercayaan.
3.      Lebih mengutamakan kepentingan nasional Indonesia atau bersifat Indonesia-sentris. 
Ø  Tujuan Historiografi Nasional
1.      Untuk memberikan legitimasi pada keberadaan bangsa Indonesiasebagai bangsa yang merdeka.
2.      Untuk menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa yang sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
3.      Untuk memberikan pendidikan nasionalisme kepada generasi muda sebagai warga negara dan sebagai penerus bangsa.
E.     Fungsi Historiografi
1.      Fungsi Genetis
fungsi Genetis untuk mengungkapkan bagaimana asal usul dari sebuah peristiwa. Fungsi ini terlihat pada sejumlah penulisan sejarah seperti Babad Tanah Jawi, Sejarah Melayu, dan Prasasti Kutai.
2.      Fungsi Didaktis
Fungsi Didaktis merupakan fungsi yang mendidik artinya dalam karya-karya sejarah banyak memuatpelajaran, hikmah dan suri teladan yang penting bagi para pembacanya.
3.      Fungsi Pragmatis
fungsi yang berkaitan dengan upaya untuk melegitimasi suatu kekuasaan agar terlihat kuat dan berwibawa.
F.      Tujuan Historiografi
1.      Sekedar kenangan pribadi untuk keluarga.
2.      Koreksi atau pembelaan peranan sendiri atau golongan.
3.      Kisah kepahlawanan.
4.      Sebagai apologi atau kepentingan pendidikan.
G.    Prinsip-Prinsip Historiografi
1.      Kejadian diceritakan secara kronologis, dari awal sampai akhir.
2.      Ada penentuan fakta kausal (penyebab dan akibat)
3.      Perlu adanya periodisasi berdasarkan kriteria tertentu.
4.      Perlu adanya seleksi terhadap peristiwa sejarah.
5.      Memerlukan episode-episode tertentu.
6.      Bila bersifat deskriptif maka perlu proses mengurutkan peristiwa.
7.      Bersifat deskriptif analitis.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Historiografi adalah tahap akhir dari penelitian sejarah yaitu penulisan sejarah, yang dimana telah melalui proses-proses sebelumnya, seperti heuristik, verifikasi, interpretasi.
Historiografi terbagi-bagi lagi beberapa jenis, yaitu:
1.      Historiografi tradisional merupakan penulisan sejarah yang dalam penulisannya masih terpengaruh oleh  istana sentris, raja sentris, dan masih bersifat kedaerahan.
2.      Historiografi nasional merupakan penulisan sejarah yang mendeskripsikan perjuangan bangsa indonesia melawan penjajah.
3.      Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang dalam penulisannya dipengaruhi oleh Eropa sentris.
Fungsi-fungsi dari historiografi ialah:
1.      Fungsi Genetis
fungsi Genetis untuk mengungkapkan bagaimana asal usul dari sebuah peristiwa. Fungsi ini terlihat pada sejumlah penulisan sejarah seperti Babad Tanah Jawi, Sejarah Melayu, dan Prasasti Kutai.
2.      Fungsi Didaktis
Fungsi Didaktis merupakan fungsi yang mendidik artinya dalam karya-karya sejarah banyak memuat pelajaran, hikmah dan suri teladan yang penting bagi para pembacanya.
3.      Fungsi Pragmatis
fungsi yang berkaitan dengan upaya untuk melegitimasi suatu kekuasaan agar terlihat kuat dan berwibawa.
Tujuan dari historiografi
1.      Sebagai kenangan pribadi bagi keluarga
2.      Sebagai Koreksi atau pembelaan peranan sendiri atau golongan.
3.      Kisah kepahlawanan.
4.      Sebagai apologi atau kepentingan untuk pendidikan.
Prinsip-Prinsip Historiografi
1.      Kejadian diceritakan secara kronologis, dari awal sampai akhir.
2.      Ada penentuan fakta kausal (penyebab dan akibat).
3.      Perlu adanya periodisasi berdasarkan kriteria tertentu.
4.      Perlu adanya seleksi terhadap peristiwa sejarah.
5.      Memerlukan episode-episode tertentu.
6.      Bila bersifat deskriptif maka perlu proses mengurutkan peristiwa.
7.      Bersifat deskriptif analitis.
                                      DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, Irwan. (2012). Pengertian dan Kajian Historiografi. [Online].
            Tersedia:
http://irwan-cahyadi.blogspot.com/2012/05/pengertian-dan-kajian-historiografi. html [19 November 2012]
Priyadi, Sugeng. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Sjamsuddin, Helius. (2007 ). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Syafri Tanjung, Arby. (2010). Metodelogi Historiografi Sejarah. Skripsi Sarjana pada Alumni Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Medan: Online.
Tersedia:
http://pussisunimed.wordpress.com/2010/02/05/penulisan-sejarah-historiografi-indonesia/ html [19 November 2012]